Langsung ke konten utama

Jati Diri

Gambar : ©YoHokki (Telegram Channel)

Aku tak tahu. Tak pernah tahu apalagi menyangka hal seperti ini akan terjadi. Dunia damai yang biasa kulalui dengan santai dan nyaman. Kini berganti dengan raungan dan teriakan seisi bumi. Apa mungkin aku mati saja?

***

"Hai Pak Jarwo," sapaku ketika memasuki gerbang sekolah.
"Oh, hei Nak Roudey. Yang semangat sekolahnya ya," jawab Pak Jarwo singkat, ia masih sibuk mengawasi para murid yang sedang berbondong-bondong masuk sekolah pukul 07.30 pagi.

Sebelumnya perkenalkan, namaku Roudey. Seorang siswa SMP yang begitu 'santuy' kata teman-teman sekelasku. Kenapa begitu? Tidak lain dan tidak bukan karena aku memang begitu menikmati kehidupan ini sebagaimana mestinya. Pada saat teman-temanku yang lain berpikir keras menjadi juara kelas dan mendapatkan nilai tertinggi di kelas, aku malah sebaliknya. Belajar semestinya yang penting masuk KKM.

Di saat teman-temanku yang lain saat bel istirahat berbunyi langsung menyerbu ke kantin sekolah, aku hanya santai dan mencari jajanan lain yang memang lebih sepi. Bahkan terkadang aku memilih membawa bekal karena praktis dan tentunya gratis. 

Di saat teman-temanku sedang membucin pada cewek-cewek cantik di sekolah kami, aku malah tidak tertarik untuk menjalin hubungan apapun dengan lawan jenis selain sebatas kerja kelompok yang memang telah ditentukan langsung oleh guru yang bersangkutan.

Begitulah hidup dan kepribadianku yang begitu santui, mungkin pulang sekolah nanti aku juga akan langsung ke rumah dan tidur untuk merebahkan diri. Lain halnya teman-temanku yang biasanya ke tempat rental, warnet, KFC, dll. Aku tidak bisa begitu, beberapa dari mereka mengatakan aku ini berkepribadian introvert, anti sosial bahkan individualis. 

Padahal pada dasarnya aku tidak suka saja mencampuri urusan orang lain dan tidak suka orang lain mencampuri urusan pribadiku. Saat ini aku masih berada di dalam kelas yang cukup membosankan karena Pak Guru di depan masih memberikan materi yang sebenarnya sudah ada di buku pelajaran dan dapat kita baca sendiri. 

"Aaaargh! Tolong!"
Teriakan seseorang dari luar membuyarkam lamunanku, begitu pula seisi kelas. Pak Guru juga berusaha mencari tahu asal suara itu. Mataku terbelalak ketika melihat di luar sudah banyak orang-orang berlarian masuk ke gedung sekolah kami di bawah.

Kami saat ini berada di lantai empat, masih bingung dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi barusan. "Hei, lihat di sana." tunjuk seorang siswi dari kelasku, aku lupa namanya.

Dari kejauhan baru terlihat apa yang membuat teriakan itu tadi, sesosok manusia yang berjalan terseok-seok dengan baju penuh darah berjalan pincang masuk ke gedung sekolah. Tapi belum cukup sampai di sana, rupanya ia membawa pasukan orang-orang aneh yang banyak dan berusaha masuk berdesak-desakkan lewat gerbang sekolah kami.

"Semuanya, cepat keluar!" perintah Pak Guru, entahlah aku kuga sampai lupa nama guruku sendiri.

Kami berlarian, panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya yang kupikirkan adalah naik ke gedung paling atas dan berada di atap agar makhluk-makhluk itu tidak bisa sampai kesana. 

"Untuk seluruh siswa, mohon untuk mengikuti arahan dari guru. Sekolah sedang diserang oleh ... Uaaarggh--"

Suara dari speaker pengumuman itu berhenti berbunyi, pasti karena ada sesuatu terjadi di sana. Namun aku masih menyikapi semua ini dengan santuy. Mungkin mereka teroris yang iseng berpakaian seperti zombie dalam film-film barat.

"Uarghh ... Tolong!" dari kejauhan nampak seorang siswa sedang diserang oleh makhluk mengerikan itu dan menegaskan bahwa ini semua bukanlah syuting film atau rekayasa semata. Ini sungguhan.

Tidak ada yang menolong siswa malang yang tampaknya sudah mati itu, aku pun ikut berlarian untuk menyelamatkan diri. Celaka, kalau aku mati di sini, bagaimana nanti masa depanku? Ibu dan ayahku? Mereka masih di luar sana bukan?

Tidak jauh dari kami berlari, rupanya para zombie itu mulai sampai ke lantai empat, teriakan dari lantai-lantai bawah telah lama berkecamuk yang menandakan mereka semua sepertinya telah dihabisi dalam sekejap. 

Tiga zombie itu kini ada dihadapan kami, jalannya pincang dan terseok-seok. Kami mundur perlahan, namun aku sadar ini tidak akan bertahan lama sampai zombie yang ada di belakang tadi mencapai tempat kami dan memakan kami. 

"He ... hei, lakukan sesuatu. Lawan dia,"
"Kau saja yang lawan kalau berani, dasar gendut!"
"Apa kau bilang? Coba katakan lagi, ingin kutimpa sampai kehabisan napas kau?!"

Dua siswa terdepan kami malah adu mulut dengan suara yang cukup keras, tentunya itu akan menjadi sinyal bagi makhluk-makhluk itu agar sampai ke tempat kami sekarang. Tidak ada cara lain.

Aku segera mendorong kedua orang itu hingga tersungkur. "Hei, apa-apaan kau?" 

Belum sempat aku menjawab, zombie-zombie itu telah menggigit mereka dengan ganas. Teriakan dan jeritan mereka yang meminta tolong segera kualihkan dengan memerintahkan siswa siwi dibelakangku untuk segera lari melewati mereka yang sedang meregang nyawa itu.

Sialnya satu siswi masih tertangkap oleh salah satu zombie itu. "Aku harus menyelamatkannya." ucap seorang siswa dengan gagah berani.

"Jangan sok pahlawan, kau mau mati sia-sia?" Aku menghardiknya dan segera menyuruhnya berlari. Kami pun meninggalkan ketiga siswa malang itu dibelakang.

Mungkin semua siswa yang ada sekarang hanya berjumlah belasan saja termasuk aku. Kami harus segera ke atap gedung ini agar helikopter penyelamat setidaknya bisa melihat keberadaan kami. Untuk sampai kesana kami harus melewati lantai lima. 

Selama berjalan, kami merasa di atas angin. Tidak merasa diikuti, namun ternyata tidak, dari ujung tangga lorong sekolah, para zombie itu kini sudah merangsek naik dengan jumlah yang sangat banyak, entah bagaimana caranya mereka bisa secepat ini.

"Ambil peralatan kebersihan. Sapu, pel atau apapun itu. Kita harus menjatuhkan mereka untuk sampai ke pintu atap gedung." aku segera mengambil sebuah sapu yang ada di dalam kelas.

Mereka serentak mengikuti arahanku, mungkin karena sudah shock dan tidak tahu lagi harus berbuat apa, di antara mereka juga dapat terlihat sedang gemetar ketakutan. Namun aku berusaha memberikan kata-kata positif agar mereka bisa bertahan.

Setelah semua siap, kami mulai maju dan menyerbu zombie-zombie itu berbekal peralatan seadanya yang tidak tajam sama sekali. Suara pukulan dan erangan terus terdengar di sekitar. Menandakan kami sudah masuk ke tengah-tengah neraka itu.

Beberapa dari kami tertangkap dan segera disantap oleh zombie-zombie itu. Namun aku tetap mengarahkan untuk terus maju, pintu keluar tinggal sedikit lagi. Zombie-zombie ini sebenarnya tidak terlampau kuat, namun mereka gigih dan cukup sulit ditangani.

Akhirnya kami sampai ke pintu, aku segera meraih gagang pintu itu dan sampai ke atap gedung. "Ayo cepat," kataku yang menunggu sisa dua siswa yang masih hidup itu. Namun mereka kesulitan dan memohon bantuanku untuk turun.

"Hei, jangan ditutup. Toloooong!"
Blam!

Pintu kututup, akhirnya. Aku selamat. Meski banyak pengorbanan, tapi aku berhasil.

Komentar

  1. 😑😑😑😑😑😑😑👍

    BalasHapus
  2. Semangatt kak😅
    Eh setau saya, penulis besar kayak tereliy juga sering Lo kak nulis kisah yang mengandung imajinasi yang dalam tentang dunia luar.Dan itu menantang dan menarik buat dibaca😁

    Semangat kak semoga kedepannya bisa jadi penulis yang membawa pengaruh dan inspirasi

    BalasHapus

Posting Komentar

Masih Hangat

Ketenangan Jiwa

Gambar : Telegram Channel Pixel Art Keheningan malam membawaku pada lamunan yang tak berakhir, bus malam yang kunaiki berjalan melewati kota yang tenang, melihat jalanan dengan lampu neon, pikiranku tengah gusar. Toko dan ruko terus kami lewati, tidak banyak hal menarik yang ku alami belakangan ini. Sambil melihat bangku-bangku sekitarku, di mana beberapa dari penumpang sudah mulai tidur, ada juga yang masih memegang gawainya dan bermain game online. Aku sedang melarikan diri dari hubungan dengan teman-temanku, pergi jauh ke suatu tempat yang tenang. Agar tiada lagi yang mengusik, libur kuliah semester ini kuhabiskan di kota sebelah, tempat Kakek dan Nenek berada. Lagi pula kedua orang tua itu sudah lama merindukan kepulangan cucu tercintanya. Bus sudah mulai masuk ke gerbang bertuliskan desa Maju Sari, suasana saat malamnya cukup membuatku bergidik ngeri. Suara jangkrik dan kodok saling bersahutan, biasanya hal itu tidak mengganguku, mungkin karena sudah terbiasa mendengar

Peringkat Pemburu Iblis di Kimetsu No Yaiba tidak Relevan

Assalamu'alaikum para pembaca semuanya, selamat datang kembali di blog sederhana kami yaitu Life Inspiration Journal. Semoga betah ya berlama-lama sambil membaca tulisan-tulisan kami di sini hehe. Oke, sesuai judul. Topik bahasan saya dalam artikel kali ini adalah mengenai hobi saya yaitu menonton serial animasi Jepang atau biasa kita kenal dengan Anime. Sebagai seorang 'Wibu' saya cukup banyak menonton berbagai macam genre dan tema dari animasi Jepang tersebut.  Salah satunya yang akan saya bahas kali ini mengenai Kimetsu No Yaiba atau Demon Slayer. Yupz, ini adalah salah satu anime favorit saya beberapa waktu lalu sejak pertama kali menonton musim pertamanya. Komiknya sudah tamat beberapa waktu lalu jadi saya sudah tahu keseluruhan alur cerita yang dibawakan. Tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai pembahasannya. Sebenarnya topik dari pembahasan ini juga dibahas oleh beberapa Youtuber anime dalam negeri, silakan teman-teman cek sendiri ya ke kanal Youtube mer